RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA: BAHASA HAWAII DAN BAHASA INDONESIA
by Witra Surawinata
Masa sih ada yang tidak kenal Hawaii? Salah satu dari lima puluh negara bagian Amerika Serikat ini termasuk destinasi liburan paling diminati warga dunia. Pantai-pantainya yang indah, langit biru dan iklim tropisnya, sampai budayanya yang unik dan eksotis, membuat jutaan orang dari seluruh penjuru dunia datang ke pulau terpencil di tengah-tengah samudra Pasifik ini.
Tak kalah menarik adalah bahasa Hawaii, yang dikenal sebagai Olelo Hawai’i. Tambah menarik kalau kita lihat faktanya, bahwa bahasa Hawaii dan bahasa Indonesia masih satu rumpun bahasa. Alias, mereka masih sekeluarga; sepupuan lah, kira-kira. Jarak antara Honolulu dan Jakarta saja sudah lebih dari sebelas ribu kilometer. Lagi pula, perbedaannya bisa kita lihat juga kalau kita baca satu kalimat dalam bahasa Hawaii, misalnya, “Aloha kakahiaka,” artinya, “Selamat pagi.” Jelas-jelas beda, ‘kan? Kok bisa jadi satu keluarga sih? Yuk, kita dalami lebih jauh!
Baik bahasa Indonesia dan bahasa Hawaii termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang ditutur pada hampir seluruh kepulauan Nusantara, Filipina, Madagaskar, Pulau-pulau di Samudra Pasifik (termasuk Hawaii), dan beberapa daerah di Vietnam, Kamboja, Laos, dan Taiwan. Kalau dilihat peta sebarannya, rumpun bahasa Austronesia termasuk yang paling besar.
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal dua kata untuk merujuk kepada subyek orang pertama yang terdiri dari lebih dari satu individu, yaitu “kita” dan “kami”. “Kita” dalam bahasa Indonesia bermakna inklusif, yaitu mencakup pendengar (“aku” + “kamu” = “kita”). Sebaliknya, “kami” tidak mencakup pendengar atau eksklusif (“aku” + “dia” = “kami”). Sekarang, coba kita lihat dalam bahasa Hawaii. Dalam bahasa Hawaii, Kata ganti untuk merujuk kepada sekelompok orang sama seperti dalam bahasa Indonesia; ada bentuk yang inklusif dan bentuk yang eksklusif. Kata kāua dalam bahasa Hawaii, bersifat dual inklusif (“aku” + “kamu”). Kata kākou hampir sama dengan kāua, hanya bedanya kata ini merujuk kepada lebih dari dua orang atau plural inklusif (“aku” + “kalian”). Lalu, ada kata “mua” dan “mākou”. “Māua” merujuk kepada dua orang yang tidak termasuk pendengar (“aku” + “dia”), dan “mākou” merujuk kepada tiga orang atau lebih dan tidak termasuk pendengar (“aku” + “mereka”).
Dari perbandingan kedua bahasa tersebut telah tampak persamaannya. Walaupun kata-katanya berbeda, tapi dari ciri-cirinya dapat terlihat. “Kita” secara sifatnya sejalan dengan “kāua” dan “kākou”. Kata-kata tersebut sama-sama inklusif. Begitu juga dengan “Kami” dengan “Māua” dan “Mākou”; mereka sama-sama eksklusif.
Apa hanya itu persamaannya? Tentu tidak! Ada satu lagi kesamaan unik dari bahasa Austronesia, yaitu reduplikasi, atau pengulangan kata.
Reduplikasi bisa berbentuk macam-macam (hehe) dengan arti yang berbeda-beda (hehe) pula. Reduplikasi terjadi baik dalam kata kerja, kata benda, maupun kata sifat. Contoh dalam bahasa Hawaii adalah kata “lehulehu” dan “hulahula”. Lebih jelas lagi kalau kita lihat kegunaan reduplikasi. Sama seperti dalam bahasa Indonesia, reduplikasi dalam bahasa Hawaii bisa menandakan pluralisme. Misalnya kata “ninau”: apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “tanya”, dan kata “nina-ninau” adalah “bertanya-tanya”, yang artinya “bertanya banyak/lebih dari sekali”. Bagaimana, mirip kan?
Jadi, dapat disimpulkan kalau bahasa Hawaii dan bahasa Indonesia serumpun bahasa, yaitu bahasa Austronesia. Walaupun jauh dalam jarak, ternyata dekat dalam jiwa.
Daftar Pustaka
Blust, R. A. (2018, July 30). Austronesian languages. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/Austronesian-languages
Ulukau: Hawaiian grammar. (n.d.). Ulukau: The Hawaiian Electronic Library. https://www.ulukau.org/elib/cgi-bin/library?e=d-0hawaiiangrammar-000Sec--11en-50-20-frameset-book--1-010escapewin&a=d&d=D0.8&toc=0